(Belajar Dari Orang-Orang Romawi-Arnold Joseph Toynbee)
Korupsi. Berbicara korupsi mungkin tak akan ada habis-habisnya, apalagi
dengan situasi dan kondisi negara kita ini. mendengarkannya saja sudah seperti
sebuah lagu yang wajib ada setiap stasiun TV, lumrah. Bisa jadi masyarakat
sudah tak ambil pusing tentang korupsi “ ya, biar aja, mau korupsi yo udah yang
penting kita tetap makan dan usaha sendiri aja, toh mereka mendapat imbalannya
di akhirat nanti”. Demikian kebanyakan masyarakat awam memandangnya, tapi apa
mungkin kita tetap membiarkan mereka menikmatinya tanpa usaha sedikitpun, dan
mengharapkan semua di balas di akhirat..? mau kemana negara kita di bawa saat
ini, dibawah mereka (koruptor)...?
Banyak defenisi dari korupsi, tergantung pada perspektif apa yang
digunakan. Defenisi korupsi menurut perspektif keadilan atau pendekatan hukum
misalnya mengatakan bahwa korupsi adalah mengambil bagian yang bukan menjadi
haknya. Sehingga korupsi adalah mengambil secara tidak jujur perbendaharaan
milik publik atau barang yang diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat
untuk kepentingan memperkaya dirinya sendiri. Korupsi adalah tingkah laku yang
menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh
keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat
atau kelompok sendiri. Perspektif atau pendekatan relatifisme kultural yang
strukturalist, bisa saja mengatakan pemaksaan untuk menyeragamkan berbagai
pemerintahan lokal menyebabkan budaya asli setempat tidak berkembang,
melemahkan keberadaannya untuk diganti dengan budaya yang dominan milik
penguasa adalah tindakan korupsi struktural terhadap persoalan kultural.
Pendekatan atau perspektif orang awam dengan lugas mengatakan menggelapkan uang
kantor, menyalahgunakan wewenangnya untuk menerima suap, menikmati gaji buta
tanpa bekerja secara serius adalah tindakan korupsi. Bisa saja hal itu
dikatakan untuk menjelaskan hal yang kita benci dan akan kita jinakkan. Namun
apapun perspektif yang digunakan, yang pasti korupsi adalah segala sesuatu yang
pada hakikatnya adalah tindakan yang sangat merugikan oranglain dengan
mengambil keuntungannya dan dengan cara apapun. Menghilangkan korupsi bukanlah
perkara gampang karena ia telah berurat berakar dan menjalar kemana-mana di
negeri kita ini. Tidak semua orang rela jalan pintasnya untuk kaya
diungkit-ungkit. Adalagi yang menjelaskan mereka korupsi kecil-kecilan karena
terpaksa oleh keadaan. Gaji kecil yang tidak mencukupi untuk hidup yang layak
dari bulan ke bulan menjadi alasan untuk membenamkan diri. Apalagi kalau hampir
semua orang di tempat itu telah menganggap hal itu adalah hal yang biasa. Tahu
sama tahu, untuk tidak mengatakan atasan mereka juga melakukan hal yang sama.
Akibatnya, mulai dari persoalan yang besar yang tak
pernah terungkap, bahkan yang terkecilpun menjadi begitu terasa berat untuk di
selesaikan pemerintah kita saat ini. bukan hanya itu Kita juga dihadapkan pada masalah-masalah dalam negri yang begitu kompleks
dan sudah menjadi sistematis.
Politik yang berorientasi hanya pada kekuasaan, ekonomi yang pada
laporannya makin membaik namun dirasakan rakyat semakin menghimpit, moralitas
membusuk dari atas hingga ke bawah, pendidikan yang hanya di jadikan sebuah
pencarian gelar, teori tanpa aplikasi serta semakin berjarak dengan tantangan
real, dan sebagainya. Semuanya itu dapat kita katakan adalah dampak atau
berdampak pada korupsi yang merajalela baik didalam kalangan Eksekutif,
Legislatif maupun Yudikatif (tidak semua) hingga masyarakat itu sendiri.
Bila kita perhatikan pemerintahan romawi yang mampu
membangun sebuah negara yang begitu kecil menjadi sebuah imperium yang terbesar
dan terkuat di zamannya , ini di karenakan oleh minoritas kreatif (Arnold
Joseph Toynbee). Dimulai dengan perluasan lahan (dikarenakan sempitnya lahan),
menciptakan sistem ekonomi dengan mengandalkan kekuatan para budak (tidak
mempunyai tenaga kerja). Mengapa..? jelas, minoritas kreatif berani untuk maju
ke depan dan mengubah negara tersebut.
Sedangkan kita, wilayah kita demikian luas, tanah yang
subur, yang kaya mineral (yang membuat negaralain iri). Kita bukannya
kekurangan tenaga kerja, malah sebaliknya kelebihan dengan pengangguran yang
dari tahun ke tahun membengkak.
Singkatnya..
Dengan pikiran dan tindakan
kreatif mustinya politik kita tidak lagi memperkuda rakyat demi kekuasaan, tapi
benar-benar demi dan untuk rakyat yang telah rela untuk menjadi “kuda”nya.
Ekonomi kita harusnya tidak lagi nelangsa seperti ini, pendidikan mampu menjawab setiap tantangan
yang bukan hanya berharap jadi PNS..!!
Semua itu tidak terjadi, masalahnya dimana “minoritas
kreatif” kita..? lebih radikal lagi pertanyaannya : maukah kita menjadi
minoritas kreatif itu...?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar